PULIH MARI BALI WUTUH PURNA WALUYA JATI Tangis Nyetrum Jamu Cekok Pagi itu, belum genap jam enam pagi. Belasan orang tua dengan anak-anak tahun sudah antri di kios Jampi Tradisional Kerkop, jalan Brigjen Katamso Yogyakarta. Sebagian lagi menunggu di trotoar. Maklum kios ini berbentuk memanjang menyerupai lorong dengan lebar 1,5 meter. Meski sempit, setiap harinya hampir 100 balita usia 8 s/d 3 tahun mengantri jamu seharga 2000 rupiah. Rupa-rupa ekspresi para bocah ini. Kebanyakan tenggelam dalam gendongan dengan wajah gelisah. Ada yang lincah berlarian, tanpa wajah takut akan pahitnya jamu. Tak sedikit pula yang sudah mulai menangis meski baru saja tiba. ”Tangisannya nyetrum”, ucap Bu Jirah salah satu peramu sambil memeras jamu dalam sapu tangan ke mulut seorang bayi. Sedikit memaksa sehingga kemudian disebut ”cekok”. Tangis inilah yang lalu menular pada bayi-bayi yang lain. Pahit jamu ini diperoleh dari campuran ramuan daun pepaya, temu ireng, temu giring, puyang dan dlingo blengle. Menurut Bu Jirah, jamu cekok paling laris adalah cekok batuk pilek dan endak-endak cacing. Menyusul dua ramuan cekok lainnya yaitu cekok untuk penambah nafsu makan dan pencegah sariawan. Sebenarnya, kios jamu milik keluarga Zaelali ini tidak hanya menyediakan jamu cekok bagi para balita. Setidaknya terdapat 23 jamu lainnya seperti jamu Uyub-uyub untuk ibu menyusui, jamu Sawan Tahun untuk para orang tua dan jamu Galian Putri khusus untuk wanita remaja. Jamu untuk segala usia. “Nek emoh maem mengko tak cekokke ning kerkop lho” Disebut Jamu Cekok karena cara memberikanya dicekoki (dituang paksa) ke mulut balita dan anak anak kecil yang susah makan atau sakit. Jamu Cekok merupakan jamu jamuan tradisional jogja. Bocah biasanya dicangar supaya membuka mulutnya, kemudian simbah penjual yang nyekoki jamu, memeras jamu yang sudah dibungkus dengan kain putih tepat di atas mulut bocah yang terbuka. Biasanya bocah-bocah akan menangis keras-keras pada "prosesi" ini, entah karena takut waktu dicangar atau sebal karena rasa jamu cekok yang pahit. Dulu ada pameo yang biasa dikatakan ibu ibu kalau bayinya susah makan “Nek emoh maem mengko tak cekokke ning kerkop lho”, lantas bayinyapun langsung mau makan. Penjual dan ”pelayanan” jamu cekok terletak di depan THR (Taman Hiburan Rakyat) kota Yogyakarta di jalan Brigjen Katamso. Disebut Kerkhof karena dulunya areal didirikannya THR adalah pekuburan Belanda (Kerkhof) http://jogjaicon.blogspot.com/2011/03/legenda-jamu-cekok-kerkhof-yogyakarta.html |
Berbagai macam penyakit yang diderita oleh manusia disebabkan oleh pola dan gaya hidup manusia itu sendiri. Namun ternyata, kedokteran modern yang menggunakan obat berbahan dasar kimia tidak mampu menyembuhkan semua penyakit tersebut. Jamu/Herbal tradisional yang merupakan warisan leluhur bangsa ini, menjadi pilihan yang banyak dipakai untuk pengobatan alternatif. Disamping murah, jamu juga tidak mengandung bahan kimia yang bisa saja justru menimbulkan efek samping yang lain pada tubuh kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar