PULIH MARI BALI WUTUH PURNA WALUYA JATI Jamu Gendong, Riwayatmu Kini..Zoraya Perucha (lahir di Bandung, Jawa Barat, 30 Juni 1956) adalah mantan atlet renang nasional yang kemudian menjadi bintang film dan sekarang mengeluti dunia penyiaran (broadcasting), bekerja untuk sebuah stasiun televisi swasta nasional. Di tahun 1980-an, Zoraya Perucha tampil memikat lewat aktingnya sebagai penjual jamu gendong di film "Semua karena Ginah". "Gondosari, Gondosari, jamu dengan rasa strawberry.." Begitulah Ginah yang genit menjajakan jamunya. Dan kegenitan Ginah itu lantas menular pada Ria Irawan yang berhasil memerankan Juminten, si penjual jamu gendong yang ceriwis dan genit di sitkom "Lika Liku Laki-laki". Semua Karena Ginah adalah film Indonesia pada tahun 1985 dengan disutradarai oleh Nya Abbas Akup. Film ini dibintangi antara lain oleh Zoraya Perucha dan Didi Petet. Chandra Ariati Dewi Irawan atau lebih dikenal dengan nama Ria Irawan (lahir di Jakarta, 24 Juli 1969) adalah salah satu aktris Indonesia. Dia adalah putri dari aktor senior Bambang Irawan dan aktris senior Ade Irawan. Ginah dan Juminten barangkali hanya nama tokoh semata di film layar kaca, namun di kehidupan nyata, penjual jamu yang saya kenal hanyalah Kaminem. Di tengah kehidupan modern, Kaminem yang berusia 50 tahun itu masih setia dengan profesinya sebagai penjual jamu. "Meniko sekedar hobi mawon kok,.." (ini hanya sekedar hobi saja kok, red) ujarnya ketika ditanya alasannya kenapa masih berjualan jamu gendong. Berkebaya model kutu baru dan jarik lusuh yang membungkus bagian bawah tubuhnya, Kaminem melenggang menjajakan jamunya di sekitar komplek perumahan di daerah Ngaliyan atas. Kaminem Diakuinya, jarik yang dikenakan tak membuatnya kesulitan melangkah dan berjalan. Maklum, perumahan di daerah Ngaliyan atas, seperti perumahan Pondok Beringin dikenal berbukit-bukit, memiliki banyak tanjakan dan turunan. "kulo kan sampun biasa ngaten..," (saya kan sudah biasa begini, red) ujarnya sambil meramu jamu kunir asem pesanan saya. Sambil memanggul keranjang yang dipenuhi botol-botol plastik dan botol kaca berisi jamu segala rupa, Kaminem yang bertubuh kecil itu tampak gesit dan lincah menyusuri jalan setapak di kaki bukit Ngaliyan. Tak ada gurat lelah di wajahnya yang selalu menyunggingkan senyum. Kegemarannya meracik bahan-bahan dan rempah menjadi jamu diakui Kaminem diturunkan dari generasi pendahulunya. "ingkang ngajari nggih ibu kula piyambak," (yang mengajari meramu jamu ya ibu saya sendiri, red) ujar ibu berputra enam itu sumringah. Kecintaannya pada segala yang alami dan tradisional, seperti jamu, itulah yang lalu membuat Kaminem tetap terlihat sehat dan awet muda. Kaminen yang berjualan jamu gendong sejak 15 tahun lalu itu mengaku menyenangi profesi ini. Ia merasa tak perlu takut tersaingi penjual jamu lain yang kini beralih menjual jamu dengan bersepeda motor. "rejeki niku kan sampun wonten ingkang ngatur," (rejeki itu kan sudah ada yang mengatur, red), ujarnya diplomatis. Selama ini Kaminem sangat mensyukuri rejeki yang diterimanya. Dalam sehari, mulai dari jam 5 hingga jam 9 pagi ia bisa menjual habis jamu-jamunya dan memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 50.000 ribu. Untuk modalnya sendiri, Kaminen tak bisa memperkirakan. Itu tergantung dari bahan-bahan yang dibelinya, karena tak habis dalam sehari untuk diramu, "nggih mboten pasti, kinten-kinten tigang atus rupiah sewulan..," (ya tidak tentu, kira-kira tiga ratus rupiah sebulan, red) ujarnya. Bagai bartender di nite club, Kaminem cekatan mengocok botol jamunya. Bukan tanpa sebab, itu karena racikan jamunya mengendap di dasar botol, dan Kaminem harus mengocoknya agar jamunya tercampur rata dengan air. Tangannya yang terlihat kasar dan menguning terlihat cekatan mengolah jamu, mencampurnya dari satu ramuan ke ramuan, memang mirip bartender. Dalam meramu semua bahan-bahan jamunya, Kaminem memang hanya mengandalkan alat tradisional saja. Kaminem tak membutuhkan blender, cukup dengan men-deplok (menumbuk, red) semua bahan-bahan jamunya dengan alu atau lumpang. "langkung manteb, mbak...," (lebih mantab, red) ujarnya berbagi rahasia. "Pantas tangannya menguning karena ramuan kunir ya..," pikir saya. Sebagai penjual jamu gendong keliling, Kaminem memang berbeda dengan kebanyakan penjual jamu gendong lainnya. Ia lebih memilih berjualan jamu di pagi hari. Jamu yang disiapkannya sejak jam 3 pagi dan siap dijual mulai jam 5 itu malah tersaji lebih hangat. Lebih menyehatkan dan menyegarkan badan di pagi hari yang dingin, ungkapnya. Dari penuturan Kaminem, setidaknya ada 8 jenis jamu yang biasa dijual, diantaranya Beras Kencur, Kunyit Asem, Sinom, Cabe Puyang, Pahitan, Kunci Suruh, Kudu Laos, dan Uyup-uyup. Namun Kaminem rupanya lebih tahu selera pasarnya, terbukti dia hanya berani menjual beberapa jenis jamu yang dipastikan lebih banyak diminati pelanggannya. Biasanya Kaminem bisa menjual beberapa botol jamu beras kencur dan kunir asem, sedang jamu paitan sengaja disiapkannya satu botol saja. "amargi mboten kathah ingkang ngresaaken jamu paitan," (karena tidak banyak yang suka jamu paitan, red) jelasnya Untuk pemanis jamunya, Kaminem biasa menggunakan gula merah dan gula putih, namun diakuinya, ia tak pernah menggunakan gula buatan (sacharin). Padahal saat ini kebanyakan penjual jamu memilih menggunakan gula buatan untuk meredam harga dan menaikkan keuntungan, mengingat harga gula yang naik turun mengikuti kondisi pasar. Saat berbincang-bincang dengannya, Kaminem juga membagi rahasianya meracik jamu beras kencur. Jamu ini selain manjur menghilangkan pegal linu, dipercaya bisa pula membantu meningkatkan nafsu makan, ungkap Kaminem. Bahan dasar pembuatannya hanya ada dua, yaitu beras dan kencur. Namun dijelaskan Kaminem, disamping bahan dasar, terdapat pula variasi bahan baku lain yang bisa ditambahkan untuk memperbaiki warna, rasa dan khasiat jamu. Biasanya variasi yang ditambahkan didasarkan pada pengalaman dan andalan masing-masing penjual jamu dalam meracik bahan-bahan. Biasanya bahan-bahan lain yang biasa dicampurkan ke dalam racikan jamu beras kencur adalah biji kedawung, rimpang jahe, biji kapulogo, buah asam, kunci, kayu keningar, kunir, jeruk nipis, dan buah pala. Lagi-lagi Kaminem membagi rahasianya kepada saya. Untuk pengolahannya sendiri, semua bahan harus direbus dan lalu didinginkan terlebih dulu. Beras yang sudah disangan, selanjutnya ditumbuk sampai halus. Bahan-bahan lain sesuai dengan komposisi racikan juga ikut pula ditumbuk. Kedua bahan ini kemudian dicampur, diperas, dan disaring dengan saringan atau diperas melalui kain pembungkus bahan. Sari perasan bahan dicampurkan ke dalam air matang yang sudah tersedia, diaduk rata. Selanjutnya dimasukkan ke dalam botol-botol. Ya, sekali lagi jamu gendong telah melalui sejarahnya yang cukup panjang di Indonesia. Kaminem mungkin hanya satu dari banyak penjual jamu gendong yang masih mencoba meng-uri-uri dan melestarikan resep jamu, warisan leluhurnya. Dan sebagai seorang wanita jawa yang penuh dengan cita rasa tradisional, Kaminem mungkin paham betul, jika sebuah penyakit tak bisa diobati dengan teknologi kedokteran yang modern sekalipun, barangkali dengan cara tradisional, penyakit serupa apapun itu bisa disembuhkan. Sayang, masih ada banyak Kaminem lain yang mungkin belum sempat saya tanyai dan saya ulik sisi kehidupannya, namun saya yakin nasib mereka pun juga belum berubah banyak. Kenyataannya, tetap saja jamu gendong semakin tergerus jaman, di tengah maraknya bakul jamu kelas pengusaha. Para bakul jamu itu tak perlu lagi berkain dan berkebaya. Bahkan mereka hanya tinggal menghitung untung dari tiap bungkus jamu yang dijualnya hingga ke pelosok negeri. Lalu, bagaimana nasib Kaminem dan pejual jamu gendong lainnya? Entahlah! |
Berbagai macam penyakit yang diderita oleh manusia disebabkan oleh pola dan gaya hidup manusia itu sendiri. Namun ternyata, kedokteran modern yang menggunakan obat berbahan dasar kimia tidak mampu menyembuhkan semua penyakit tersebut. Jamu/Herbal tradisional yang merupakan warisan leluhur bangsa ini, menjadi pilihan yang banyak dipakai untuk pengobatan alternatif. Disamping murah, jamu juga tidak mengandung bahan kimia yang bisa saja justru menimbulkan efek samping yang lain pada tubuh kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar