PULIH MARI BALI WUTUH PURNA WALUYA JATI
Profil Jamu Godog Kendhil Kencana Obat Mahal, Saatnya Kembali ke Alam
The Healing Power of Nature
Zaman semakin maju, penyakitpun semakin beragam. Dari cerita orang tua dulu, penyakit jantung, ginjal, diabetes hanya menyerang orang-orang kaya. Sehingga persepsi tentang penyakit ini adalah penyakitnya orang-orang kaya, yang kebanyakan makan enak. Pada saat itu warga di kampungku memang rata-rata adalah orang tak mampu, penyakitnya tidak lebih dari buduk, kudis ataupun masuk angin. Konsumsi bahan makanan nya pun hanya sebatas nasi, ikan asin, lalap-lalapan, konsumsi daging belum tentu satu bulan sekali. Asupan bahan makanan jauh dari bahan-bahan kimia. Daun untuk lalap tinggal mencari di belakang rumah, cabe tinggal petik dihalaman, padi pun mereka tidak beli karena memang punya sawah.
Gaya hidup yang berubah membuat cara konsumsi semua orang pun berubah. Penyakit-pemyakit yang awalnya disebut penyakit orang kayapun akhirnya diderita oleh orang-orang miskin. Penyakit sudah tidak mempunyai mata lagi karena siapapun bisa diserangnya. Untuk orang kaya memang, uang tidak menjadi masalah. Biaya obat yang tinggi bisa mereka bayar, yang penting penyakit bisa disembuhkan. Untuk orang miskin, mereka hanya pasrah pada nasib. Rakyat miskin dilarang sakit, ungkapan yang sangat miris bila kita mendengarnya. Kalau saja sakit adalah pilihan tentu saja tidak ada seorangpun baik miskin ataupun kaya yang mau memilihnya.
Bermacam sebab di tengarai membuat harga obat semakin melambung. Dari mulai harga masuk bahan kimia obat impor yang naik, ketidak-efiesienan pasar obat, sampai dengan kartel obat. Obat paten yang telah melewati beberapa tahun seharusnya diturunkan harganya, namun yang terjadi obat tetap dijual dengan harga tinggi. (Kompas,21/02/2011)
Melihat harga obat yang semakin tinggi rasanya sudah saatnya kita kembali lagi melirik pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional selama ini cenderung di pandang sebelah mata. Dokter-dokter enggan memberikan resep dari bahan obat tradisional. Praktek-praktek mistis dan klenik pun turut mencoreng cara-cara pengobatan tradisional.
Namun saat ini anggapan miring tentang pengobatan tradisional mulai berubah. China yang mempunyai sejarah pengobatan tradisional yang cukup panjang, mulai mengkombinasikan pengobatan tradisional dengan pengobatan modern. Semua metode pengobatan berusia ribuan tahun ini terdokumentasikan dengan baik karena masyarakat China sudah mengenal baca tulis sejak 5000 tahun yang lalu. Salah satu yang cukup terkenal adalah Kompendium Materia Medica (Pen Ts’ao Kang Mu) Karya Li Shih Chen seorang farmakolog terkenal pada jaman dinasti Ming (1368-1644 M). Berisi ribuan ragam obat yang biasa digunakan dalam pengobatan tradisional china (Majalah trubus, edisi 34)
Di berbagai rumah sakit di China saat ini sudah lazim terdapat dua departemen pengobatan yaitu modern dan tradisional. Pasien-pasien dengan penyakit berat, terbukti lebih cepat sembuh dengan kombinasi dua cara pengobatan ini. Kemajuan pengobatan tradisional China akhirnya mendorong orang-orang dari berbagai Negara untuk belajar pengobatan disana. Banyak universitas membuka kelas-kelas pengobatan tradisional untuk mahasiswa-mahasiswa asing. Ajakan untuk kembali ke alam membuat gaung obat tradisional berbasiskan tanaman dan hewan kembali menjadi tren.
Indonesia juga sebenarnya mempunyai sejarah pengobatan herbal yang cukup panjang. Jamu sudah sejak dulu dipakai dalam pengobatan-pengobatan tradisional. Rempah-rempah dan tanaman-tanaman asli Indonesia banyak yang mempunyai khasiat obat. Namun sayangnya semua potensi ini tidak dapat dimanfaatkan dengan baik. Maka jangan heran jika suatu saat nanti obat-obat yang berasal dari tanaman asli Indonesia di patenkan oleh Negara lain. Kapulaga, temulawak, bangle, jahe merah, katuk, daun ungu, jati belanda, dan lain-lain adalah bahan-bahan yang biasa di gunakan oleh perusahaan jamu Sidomuncul, Jago, Air Mancur dan Nyonya Meneer.
Semua bahan-bahan ini sebenarnya ada di alam, tapi seiring perkembangan pemukiman dan ketidaktahuan masyarakat akan khasiatnya, tumbuhan inipun akhirnya sulit didapat. Untungnya perusahaan-perusahan jamu membina kelompok-kelompok tani untuk membudidayakan tanaman obat ini. Informasi jenis tanaman dan khasiatnya dapat dengan mudah kita cari di Internet, tapi kesulitannya adalah mencari tanaman ini di alam. Gambar sudah ada, khasiatnya sudah tahu tapi di mana mencarinya. Lahan-lahan kosong sudah berubah menjadi pemukiman, mall dan kantor. Satu-satu nya cara adalah membudidayakannya sendiri di halaman rumah.
Dulu, sakit hepatitis atau orang kampungku menyebutnya sakit kuning adalah penyakit yang relatif tidak berbahaya. Ada seorang ahli urut di kampungku yang bernama Pak Engtoh, bidang keahliannya adalah mengobati khusus penyakit kuning. Kakak ku dan seorang adikku pernah mengalaminya. Rasa mual disertai kulit dan mata yang kuning disertai badan lemas adalah gejala penyakit ini. Oleh tukang urut, biasanya pasien akan dijampi-jampi dan diurut di beberapa bagian, kemudian disuruh minum rebusan Laya/remis (sejenis kerang berwarna kuning yang hidup di sungai atau situ) dan rebung bambu kuning. Rasa mual biasanya akan segera hilang begitu selesai diurut, dan pasienpun akan segera bisa makan, 4 atau 5 hari kemudian akan sembuh. Rebusan ini diminum dua kali sehari sampai pasien benar-benar sembuh. Metode urut ini mungkin bertentantangan dengan ilmu kedokteran modern tapi yang jelas semua orang yang berobat padanya sembuh semua. Sayang ilmunya tidak ada yang mewarisi setelah dia meninggal. Terlepas dari jampi-jampi atau mantra apapun itu, sesungguhnya remis dan rebung bambu kuning ternyata memang berkhasiat obat.
Seorang adikku pernah sakit batu ginjal, hasil rontgent menunjukan ada batu sebesar beras, pengobatannya bisa melalui operasi atau minum ramuan herbal. Saat itu dokter dengan baik hati menyarankan meminum rebusan daun kumis kucing dan daun alpukat. Sekarang batu itu sudah tidak ada lagi, luruh bersama air kencing.
Luka-luka kecilpun biasanya hanya diobati dengan obat-obatan di alam. Luka berdarah karena jatuh atau terkena benda tajan cukup dengan lendir yang ada pada keong racun (bekicot) yang banyak di pohon pisang. Cangkang pada bagian ekor di pecahkan kemudian cairan lendirnya diteteskan di luka, darah pun segera berhenti. Luka pada mulut/bibir karena jatuh biasanya diobati dengan gula pasir. Rendaman daun sirih biasanya digunakan untuk membersihkan mata atau area kewanitaan. Wasir atau ambein bisa sembuh dengan rebusan daun handeleum (daun ungu), maag dengan jahe merah, dan masih banyak lagi.
Kesemuanya ini adalah bentuk kebaikan alam yang harusnya kita syukuri. Ajakan kembali ke alam kini mulai bergaung di seluruh dunia. Para herbalis dengan kemampuan intelektual dan pemahaman yang baik terhadap fungsi, dosis dan khasiat bahan-bahan alami mulai bermunculan. Memakai obat dari alam bukan berarti tanpa aturan. Kadar zat-zat dalam tanaman yang dibutuhkan untuk pengobatanpun harus di ketahui. Dari sini nanti akan ditentukan dosis atau berapa banyak bahan dan campuran yang akan digunakan. Penggunaan obat-obatan herbal secara serampangan juga bisa membahayakan ginjal.
Kita berharap suatu saat rumah sakit tidak lagi memaksa pasien untuk menggunakan obat paten yang berharga mahal. Masih banyak potensi alam yang bisa kita manfaatkan dengan biaya yang murah dan aman. Mudah-mudahan suatu saat nanti pengobatan tradisional dengan cara-cara dan bahan yang telah diteliti secara ilmiah di laboratorium dapat menjadi alternatif pilihan bagi pasien.
|
>>> Daftar Jamu Godog Kendhil Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar