PULIH MARI BALI WUTUH PURNA WALUYA JATI INDONESIA CINTA SEHAT, SAATNYA JAMU BERKONTRIBUSI Jamu dapat dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam pelayanan kesehatan formal. Jamu juga dapat menjadi obat herbal. Di samping itu, jamu dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat serta memberikan peluang kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan. Oleh karenanya, perlu ketersediaan obat herbal/ramuan yang terjamin mutu, khasiat dan keamanannya serta teruji secara ilmiah. Demikian pernyataan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, dalam sambutannya yang dibacakan Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Ali Gufron Mukti, MSc., PhD., saat membuka seminar dalam rangkaian Hari Kesehatan Nasional ke-47, “Indonesia Cinta Sehat, Saatnya Jamu Berkontribusi”. Mengutip data WHO (2005), sekitar 80% penduduk dunia pernah menggunakan obat herbal. Di Indonesia, jamu sebagai bagian dari obat herbal/ramuan, telah diterima dan digunakan secara luas oleh masyarakat dalam rangka pemeliharaan kesehatan. Menurut data Riskesdas (2010), sekitar 59,12% penduduk Indonesia pernah mengkonsumsi jamu dan 95,6% diantaranya merasakan jamu berkhasiat dalam meningkatkan kesehatan. ”Hal ini menunjukkan adanya pergeseran minat masyarakat menuju konsep back to nature. Sebagai negara dengan kekayaan hayati terbesar kedua di dunia, Indonesia mempunyai sekitar 30.000 jenis tanaman dan dari jumlah tersebut sebanyak 9.600 terbukti berkhasiat sebagai obat, namun yang kita manfaatkan masih sangat terbatas”, ujar Wakil Menkes. Jamu sebagai Brand of Indonesia telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan, pentingnya mengintegrasikan jamu atau obat herbal/ramuan ke dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Saat ini, telah dihasilkan roadmap jamu, yang melibatkan beberapa Kementerian terkait seperti, Kementerian Kesehatan, Kementrian Pertanian, Kementrian Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan serta Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dan sebagainya. “Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 003 tahun 2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Program Saintifikasi Jamu dilaksanakan dalam rangka penyediaan jamu yang aman dan memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah”, ujarnya menambahkan. Saat ini, saintifikasi jamu baru difokuskan pada 4 formula untuk mengatasi gejala hiperglikemia, hipertensi, hiperkolesterolemia dan hiperurisemia. Sementara itu, Klinik Jamu Medik telah dikembangkan di 12 Rumah Sakit Pendidikan dan klinik saintifikasi jamu, dikembangkan dengan pelatihan 60 dokter Puskesmas di Kabupaten Karanganyar, Sragen, Kendal dan Semarang dan diikuti dengan perjanjian kerjasama antara Badan Litbangkes dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk mengembangkan body of knowledge pelayanan jamu medik di Indonesia. Berdasarkan proses pembuktian ilmiah dari obat herbal Indonesia, saat ini adanya 3 jenis obat herbal yaitu 6 jenis fitofarmaka, 31 jenis obat herbal terstandar serta sekitar 1400 jenis jamu. Selanjutnya, jamu yang sudah teruji secara ilmiah, keamanan, manfaat dan kualitasnya akan dimanfaatkan untuk diterapkan dalam pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil forum 3rd Asean Conference of Traditional Medicine di Solo pada 31 Okt- 2 November 2011, melalui Tawangmangu Declaration para Delegerasi Negara Asean antara lain sepakat menerapkan Herbal/Jamu tersedia dalam Pelayanan Kesehatan. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor tlp. (021) 52907416-9, faks. (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) 021-500567, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id, info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id.. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1723-indonesia-cinta-sehat-saatnya-jamu-berkontribusi.html Jamu Jun. Jamu khas Semarang yang sudah amat sangat jarang ditemukan di kota ini. Disebut jamu jun karena jamu ini ditempatkan dalam JUN ( gentong kecil berleher sempit untuk tempat air). Kata Nina, jamu jun ini asli Demak (kota dekat Semarang) yang malah beralih menjadi kuliner khas Semarang. 2014, Pengobatan Tradisional Ada di 100 Rumah Sakit Indonesia merupakan negara kedua terbesar di dunia setelah Brazil yang memiliki beragam sumber daya hayati dengan 30.000 ribu jenis tanaman dan sebanyak 9.600 jenis di antaranya terbukti memiliki khasiat sebagai obat. Tetapi sayangnya, pemanfaatan tanaman obat masih sangat terbatas. Oleh karena itu, pada tahun 2014 Kementerian Kesehatan menargetkan sebanyak 100 rumah sakit pemerintah dapat memberi pelayanan kesehatan alternatif dan komplementer. Demikian disampaikan Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer, Kementerian Kesehatan, Abidinsyah Siregar saat seminar "Indonesia Cinta Sehat, Saatnya Jamu Berkontribusi" di Gedung Kementerian Kesehatan, Rabu, (16/11/2011). Rencana tersebut menurut Abidin senapas dengan pasal 48 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, yang mempertegas bahwa upaya pelayanan kesehatan meliputi 18 jenis pelayanan, di mana pada urutan kedua adalah pelayanan kesehatan tradisional. Pasal 48 "Pada tahun 2014, kami mengharapkan 50 persen kabupaten kota di Indonesia di mana didalamnya terdapat 2-3 Puskesmas dapat menyajikan pelayanan kesehatan tradisional. Disamping itu 100 rumah sakit pemerintah yang menyebar diseluruh wilayah Indonesia diharapkan mampu pula memberikan pelayanan tradisional sebagai alternatif maupun sebagai komplementer," katanya. Abidin mengatakan, minat masyarakat Indonesia terhadap penggunaan obat-obatan tradisional atau jamu cukup tinggi. Hal itu tercermin dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 yang menunjukkan, sebesar 50 persen penduduk Indonesia pernah mengonsumsi jamu, dan 96,6 persen di antaranya mengatakan jamu berkhasiat untuk meningkatkan kesehatan. Untuk tahun 2011 ini, lanjut Abidin, baru ada 36 rumah sakit yang telah menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer. Dan baru 20 persen (100 Kabupaten/Kota) yang melaksanakan program pelayanan kesehatan tradisional. "Sudah ada klinik medik yang menangani khusus untuk pengobatan tradisional dan komplementer. Misalnya di RS. Dharmais, mereka sudah menggunakan herbal dan akupuntur. Tapi ingat, obat herbal bukan untuk mengobati, tapi mempercepat proses penyembuhan dan lebih ke preventif dan promotif. Yang mengobati tetap obat-obatan konvensional karena sudah diteliti," jelasnya. Abidin mengaku sudah menjamin keamanan penggunaan obat tradisional di rumah sakit karena sudah distandarisasi dan dapat dipertanggungjawabkan efektivitas, serta keamanannya. Disinggung tanaman obat apa yang menjadi unggulan Indonesia, Abidin mengatakan, "30 ribu jenis tanamaman herbal yang terdapat di Indonesia mempunyai kelebihan masing-masing. Kita belum menetapkan tanaman apa yang menjadi keunggulan. Tapi dengan proses, suatu ketika kita bisa tahu mana yang betul-betul menjadi unggulan," tandasnya. http://health.kompas.com/read/2011/11/16/15101832/2014.Pengobatan.Tradisional.Ada.di.100.Rumah.Sakit |
>>> Daftar Jamu Godog Kendhil Kencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar